Rabu, 30 Desember 2009

PERAN KOPERASI BAGI KEMAJUAN UMKM

KARAKTERISTIK UMKM DI INDONESIA

Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang UMKM. Pendefinisian ini antara lain dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, Departemen Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, dan juga oleh Bank Dunia.
UMKM di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir seragam. Menurut Kuncoro (2007) ada empat karakteristik yang dimiliki oleh kebanyakan UMKM di Indonesia.
Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.
Kedua, rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir.
Ketiga, sebagian besar usaha ini belum memiliki status badan hukum. Keempat, hampir sepertiga UMKM bergerak pada kelompok usaha makanan, minuman, dan tembakau (ISIC31), barang galian bukan logam (ISIC36), tekstil (ISIC32), dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga (ISIC33).

TREND UMKM DI INDONESIA
Konsentrasi UMKM kecenderungannya berada di luar kota utama dan pusat industri. Share UMKM dalam output industri di Jakarta adalah di bawah rata-rata nasional, meskipun sedikit di bawah kasus ketenaga-kerjaan. Sebagian dari provinsi yang mempunyai suatu tradisi yang kuat tentang usaha skala kecil, yaitu pengusaha kecil pedesaan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali memiliki share UMKM yang lebih tinggi, seperti halnya sebagian provinsi yang lebih terpencil seperti Nusa Tenggara dan beberapa bagian dari Sulawesi. Tetapi di beberapa provinsi yang lebih mudah terindustrialisasi, seperti yang ada di Kalimantan, juga mempunyai share UMKM yang rendah. Bagian dari penjelasan untuk pola yang tak diduga ini adalah bahwa sejumlah kecil industri di mana perusahaan besar lebih dominan seperti pupuk dan plywood mencatat sebagian besar nilai tambah industri regional. Jika industri ini tidak dimasukkan, atau jika sejumlah kecil konsentrasi regional di mana mereka dikeluarkan, suatu pola UMKM yang dominan akan muncul.

SUMBER SUMBER PERTUMBUHAN PRODUKTIVITAS UMKM
Peningkatan produktivitas (tenaga kerja atau total faktor produksi) dicapai melalui mekanisme yg bervariasi. Upgrading teknologi adalah satu di antaranya dan dalam pengertian yang lebih luas, meliputi tidak hanya permesinan yang lebih baik tetapi juga peningkatan dalam area seperti tempat kerja organisasi, penanganan inventori dan disain produk. Adalah dapat diterima bahwa perusahaan kecil akan sedikit lebih mampu menangani proses ini dengan sukses dengan kehendak mereka sendiri dibanding perusahaan besar. Maka, banyak perhatian telah diberikan kepada kemungkinan peran kluster dan sub kontrak dan aturan yang mendukung perkembangannya yang dengan mudah dapat diakses oleh perusahaan kecil, dan sistem pendukungan kolektif, mencakup sektor publik dan asosiasi swasta.

Sumber Peningkatan Teknologi
Berry dan Levy (1999) dalam Berry et. al. (2001) menjelaskan bahwa dari analisa mereka tentang sumber kemampuan teknologi untuk UMKM eksportir mebel rotan, garmen dan mebel kayu, ada beberapa sumber peningkatan teknologi.
Pertama, saluran pribadi (yaitu suplier peralatan atau pembeli), yang telah menjadi mekanisme yang dominan untuk memperoleh kemampuan teknis di ketiga sektor. Para pembeli asing menjadi sumber yang paling utama dari pendukungan teknologi luar (dan pendampingan pemasaran luar) di ketiga industri. Karyawan ekspatriat menjadi sumber paling utama yang kedua dari kapasitas teknologi di dalam industri garmen dan rotan, dua industri di mana Indonesia telah muncul sebagai produsen penting. Para suplier peralatan dinilai sebagai sumber kedua penyedia informasi teknologi yang bermanfaat. Di sisi lain, konsultan pribadi dinilai memiliki arti penting yang terbatas seperti penyedia sektor publik, asosiasi industri dan “bapak angkat”.
Kedua, sub kontrak dapat meresap dalam ketiga industri, dan telah menjadi krusial, untuk memanfaatkan ketrampilan tradisional untuk produksi ekspor.
Ketiga, tenaga kerja ekspatriat adalah suatu mekanisme yang kuat untuk memperoleh kemampuan teknologi di sektor garmen dan rotan, tetapi praktek ini dipusatkan tak sebanding antar usahawan non-pribumi (sebagian besar Cina) yang memperoleh keuntungan dari embel-embel komunitas etnik.

Sub Kontrak
Sub kontrak telah memainkan suatu peran penting dalam pengintegrasian UMKM ke dalam sektor manufaktur dinamis di negara-negara seperti Korea dan Jepang. Dalam suatu studi industri mebel di Jepara, Sandee et. al. (2000) seperti dikutip oleh Berry et. al.(2001), menemukan satu fungsi dari kapasitas intern antar eksportir akan melakukan pengendalian mutu dan untuk menentukan subkontraktor baru yang mampu dari karyawan mereka.
Sub kontrak memerlukan banyak input tenaga kerja, dan tidak begitu penting terhadap keseluruhan proses produksi.
Hubungan sub kontrak antara industri permesinan modern di kota dengan asembler besar pada puncak kulminasinya sudah mencapai lapisan bagian atas perusahaan di dalam kluster itu.
Beberapa keuntungan dari sub kontrak dikemukakan oleh beberapa manajer perusahaan yang disurvei, antara lain ;
Pertama, adalah resiko bisnis rendah. Transaksi yang berkelanjutan dalam kaitan dengan pembeli dan produk mengurangi total risiko bisnis dalam jangka panjang, dibanding keuntungan yang rendah dalam tiap order. Menurut mereka, rata-rata margin keuntungan dalam pesanan sub kontrak adalah 10-17.5%. Walaupun dalam sistem non sub kontrak seperti order insidental bisa diperoleh keuntungan yang lebih besar yaitu 30-60%, dengan resiko yang besar juga karena sering bertolak belakang dengan biaya-biaya dalam pembuatan cetakan yang hanya untuk penggunaan temporer, dan oleh kerugian dari ketidakberlanjutan yang tak diduga dari transaksi itu.
Kedua, adalah kemajuan teknologi. Seperti dilaporkan Sato (2000), melalui suatu hubungan sub kontrak yang berlanjut suatu perusahaan dapat membuat suatu rencana untuk meningkatkan kemampuan teknologinya. Usaha untuk peningkatan teknologi juga dirangsang oleh transaksi dengan asembler, terutama dengan cara magang di pabrik perakitan yang dilakukan oleh beberapa karyawan dan dengan pengiriman ahli mekanik oleh asembler ke perusahaan mereka.

Kluster
Kluster di sini didefinisikan sebagai konsentrasi aktivitas yang memilki sub sektor yang sama. Kluster adalah suatu fenomena di Asia (Nadvi dan Schmitz, 1994 dalam Weijland, 1999), terutama sekali di Indonesia. Poot, Kuyvenhoven dan Jansen (1990) dalam Weijland (1999) menyebut kluster sebagai industri tradisional yang khas yang menonjol di Pulau Jawa. Menurut data Departemen Perindustrian, sekitar 10,000 sampai 70,000 desa di Indonesia dicatatkan sebagai kluster industri. Lebih dari 40% kluster berlokasi di Jawa Tengah di mana industri tradisional terkluster di separuh dari keseluruhan desa yang ada.
Kluster biasanya terjadi secara spontan, tetapi sekarang ini juga didukung oleh institusi swasta dan/atau institusi publik. Ada beberapa faktor umum yang menentukan pembentukan kluster yaitu kedekatan dengan input atau pasar, ketersediaan infrastruktur fisik terutama jalan atau mungkin ada efek spillover atau demonstration effect, dimana suatu perusahaan yang sukses mempengaruhi peserta baru dalam industri itu. Kadang-kadang kebijakan pemerintah mungkin mempunyai suatu pengaruh langsung pada keberadaan mereka.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Weijland (1999) tentang kluster industri tradisional di pedesaan Indonesia, terlihat bahwa ada beberapa keuntungan potensial pengklusteran. Jika diukur dari kapasitas perusahaan individunya, industri tradisional pedesaan hanya mempunyai sedikit kekuatan, tetapi melalui pengembangan jaringan perdagangan dan kluster banyak dari permasalahan teknologi dan pemasarannya dapat dipecahkan. Penyatuan produksi (joint production) akan mengurangi biaya-biaya transaksi pembelian input dan biaya memasarkan output, dan oleh karena itu akan menarik minat pedagang. Kegiatan ini membantu memecahkan permasalahan keuangan yang mendesak pengusaha miskin. Pengklusteran juga mempermudah aliran informasi dan memudahkan order-sharing, labor-sharing dan sub-contracting. Untuk kluster yang lebih maju, aspek teknologi meningkat semakin penting dimana peralatan yang lebih mahal dan keterampilan khusus bisa dipakai bersama.
Ada banyak dokumentasi tentang kluster industri di Indonesia, seperti batik, tekstil, ukiran, rokok kretek, mebel, batu bata dan ubin, barang logam, barang-barang mesin, dan suplier otomotif.

Ekspor
Seiring perputaran ekonomi adalah menjadi penting bagi kelompok perusahaan manapun untuk mampu memperoleh penjualan ekspor atau untuk bersaing secara efektif dengan impor yang tidak lagi harus melompati penganut proteksionisme. Ini secara luas dapat diterima bagi UMKM bahwa untuk berhasil dalam ekspor mereka harus mempunyai beberapa cara menekan biaya-biaya transaksi, yang mana cenderung untuk mempunyai suatu komponen biaya tetap.

PERMASALAHAN

1. Rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan
yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan
besar.
(a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM
khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan
teknologi, dan pemasaran;
(b) rendahnya kompetensi
kewirausahaan UMKM.
2. Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif
(permodalan, teknologi, informasi dan pasar).
3. Produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa
kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat
terbatas.
4. Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi
koperasi, tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya
citra koperasi.
5. Kurang kondusifnya iklim usaha, dicirikan oleh ketidakpastian
dan ketidakjelasan prosedur perizinan, besarnya biaya
transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai
pungutan tidak resmi, praktik bisnis dan persaingan usaha
yang tidak sehat, lemahnya koordinasi lintas instansi dalam
pemberdayaan koperasi dan UMKM.
6. Belum optimalnya peran dunia Perbankan dalam pembinaan UMKM.

SASARAN
1. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan
tinggi;
2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah
dengan laju pertumbuhan tinggi dan laju pertumbuhan nilai
tambahnya juga tinggi;
4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.

ARAH KEBIJAKAN
1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing dan peningkatan kesejahteraan masyarakat berpendapatan rendah.
2. Memperkuat kelembagaan dengan jalan: memperluas akses
kepada sumber permodalan khususnya perbankan; memperbaiki
lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan;
meningkatkan kualitas institusi pendukung, intermediasi sebagai
penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen,
pemasaran dan informasi.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan cara :
a. meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan
terampil dengan penerapan tekonologi;
b. mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster
agribisnis dan agroindustri
c. mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses
industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan
pengalihan teknologi dan peningkatan kualitas SDM;
d. mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks
pengembangan daerah, sesuai dengan karakteristik
pengusaha dan potensi usaha unggulan di daerah.
4. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar lokal.
5. Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk:
(i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat;
(ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan
pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan
(iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.

PROGRAM
1. Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi UMKM
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
a. Penerapan peraturan daerah (Perda) , tentang usaha kecil dan menengah, tentang wajib daftar perusahaan, beserta ketentuan pelaksanaannya dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat,
b. Penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi bagi UMKM;
c. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan
usaha;
d. Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan di daerah dan pengangkutan;
e. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan, penilaian regulasi, kebijakan dan program;
f. Pengembangan pelayanan perijinan usaha yang mudah, murah
dan cepat;
g. Penilaian dampak kebijakan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM;
h. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam
perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
i. Peningkatan penyebarluasan informasi UMKM;
j. Pembangunan Pasar Induk dan Agen Sembako di Agropolitan Distrik & Agropolitan Center Lokasi serta Pasar Tradisional di beberapa kecamatan.

2. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UMKM
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
a. Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk sumberdaya alam;
b. Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi dan konsultan usaha.
c. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP)
d. Pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM;
e. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM,
khususnya skim kredit investasi, dan peningkatan peran lembaga
keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta
peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM;
f. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana
pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi
(pemerintah pusat, daerah dan BUMN);
g. Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, melalui pengembangan lembaga
pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan
pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line,
terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi.
h. Kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder;


3. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan
Kompetitif UKM
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
a. Pemasyarakatan kewirausahaan melalui perluasan informasi
tatacara pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan dan informasi pasar.
b. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi.
c. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk
pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan;
pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan
memanfaatkan fasilitas litbang daerah dan melalui kemitraan
publik, swasta dan masyarakat;
d. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk
pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui
pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar UMKM dalam wadah koperasi dan usaha besar melalui kemitraan usaha;
e. Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya
peningkatan kualitas pengusaha kecil dan menengah, termasuk
wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki
semangat kooperatif.
f. Pemberdayaan kemampuan pengusaha kecil dan menengah,
melalui :
(a) pemberian akses permodalan;
(b) pengembangan informasi pasar bagi produk-produk local
(c) pemberian bantuan teknologi tepat guna.

4. Program Pemberdayaan dan Peningkatan Usaha Skala
Mikro
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
a. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam usaha, termasuk perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal;
b. Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif, seperti sistem bagihasil dari dana bergulir,
c. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro
(LKM);
d. Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan,
serta bimbingan teknis manajemen usaha;
e. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung UMKM;
f. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah
organisasi bersama antar usaha mikro;
g. Memfasilitasi berkembangnya UMKM di kawasan Agropilotan Center & Agropolitan Distrik;
h. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra
produksi/klaster disertai penyediaan infrastruktur yang memadai;
i. Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan
usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam
rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan terutama
didaerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan serta
agropolitan.

5. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
a. Penerapan peraturan tentang koperasi;
b. Penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat yang luas;
c. Peningkatan kualitas administrasi dan pengawasan pemberian
badan hukum koperasi;
d. Pemberian bantuan perkuatan dan kemandirian lembaga gerakan koperasi;
e. Dukungan dan kemudahan kepada gerakan koperasi untuk
melakukan penataan dan perkuatan organisasi serta modernisasi manajemen koperasi primer dan sekunder untuk meningkatkan pelayanan anggota;
f. Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan
infrastruktur pendukung pengembangan koperasi;
g. Pengembangan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan
perkoperasian bagi anggota dan pengelola koperasi;
h. Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan kerjasama usaha antar koperasi;
i. Peningkatan kemampuan aparatur daerah dalam melakukan
penilaian dampak regulasi, kebijakan dan program pembangunan
koperasi;
j. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam
perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan koperasi.

7. Program Pengembangan Ekonomi Lokal
Program ini bertujuan untuk:
(1) meningkatkan produktivitas dan nilai tambah usaha ekonomi di kawasan perdesaan;
(2) mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas di perdesaan terutama di sektor non pertanian; dan
(3) meningkatkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa berbasis sumber daya lokal. Ketiga tujuan tersebut dilakukan dalam kerangka meningkatkan sinergi dan keterkaitan antara kawasan perdesaan dan perkotaan.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi:
1. Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan terutama bagi angkatan kerja muda perdesaan;
2. Pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi tepat guna
dalam kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan;
3. Pengembangan jaringan kerjasama usaha (kemitraan) antara
pelaku usaha besar dan usaha mikro/rumah tangga dan UMKM serta koperasi di kawasan perdesaan;
4. Peningkatan peran perempuan dalam kegiatan usaha ekonomi
produktif di perdesaan;
5. Peningkatan pelayanan lembaga keuangan, termasuk lembaga
keuangan mikro, kepada pelaku usaha di perdesaan;
6. Peningkatan jangkauan layanan lembaga penyedia jasa
pengembangan usaha untuk memperkuat pengembangan
ekonomi lokal;
7. Pengembangan kapasitas pelayanan lembaga perdagangan bursa komoditi atau pasar lelang, untuk meningkatkan keuntungan serta meminimalkan risiko kerugian akibat gejolak harga;
8. Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna dalam kegiatan ekonomi lokal;

KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Namun demikian disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik.
Secara lebih spesifik, ada beberapa permasalahan mendasar yang dihadapi peungusaha kecil (Kuncoro, 2007 : 368).
Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.
Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil.
Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan.
Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan dan kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.

Dengan demikian untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam rangka pemberdayaan UMKM, maka diperlukan beberapa langkah strategis yang terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro maupun mikro yang meliputi:
1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi melalui kebijakan yang memudahkan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan.
2. Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada pasar yang lebih luas dan berorientasi ekspor serta akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia.
3. Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan. Pelatihan diutamakan pada bidang yang sesuai dengan unit usaha yang menjadi andalan. Selain itu juga diperlukan pelatihan manajerial karena pada umumnya pengusaha kecil lemah dalam kemampuan manajemen dan banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terdidik.
4. Diperlukan usaha pemerintah daerah untuk mengupayakan suatu pola kemitraan bagi UMKM agar lebih mampu berkembang, baik dalam konteks sub kontrak maupun pembinaan yang mengarah ke pembentukan kluster yang bisa mendorong UMKM untuk berproduksi dengan orientasi ekspor.
5. Untuk mengatasi kesulitan permodalan, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM dengan prosedur yang tidak sulit. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor UMKM menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar lembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.

dari berbagai sumber

Minggu, 27 Desember 2009

MASA LALU, MASA KINI /SEKARANG, DAN MASA YANG AKAN DATANG

Apa yang anda pikirkan tentang masa lalu, masa kini (sekarang), dan masa yang akan datang…..????
Bukankah kita tahu bahwa setiap hari detik demi detik umur kita semakin berkurang, dan tidakkah kita sadari apa yang telah kita kerjakan itu benar atau salah , baik atau buruk mengapa tidak kita renungkan hal itu dan kita koreksi apa saja perbuatan yang salah dan buruk untuk kita perbaiki. karena setiap hari semakin sedikit waktu kita di dunia yang fana ini, dan semakin bertambah dosa-dosa kita, karena belum tentu kita sempat minta ma’af kepada orang-orang yang mungkin pernah kita sakiti baik sengaja atau tidak sengaja, belum tentu juga kita bisa melihat esok hari, karena siapa yang tahu umur manusia….???? Karena umur manusia hanya ALLAH yang tahu. Maka janganlah engkau suka mengumbar janji-janji dan mengkhayal terlalu jauh, sebab itu semua tidaklah pasti dan belum tentu akan terjadi.

Janganlah kita terlena dalam kesedihan karena perbuatan masa lalu kita, karena masa lalu adalah masa yang paling jauh pada hakekatnya, dan walau bagaimanapun juga masa lalu tidak akan pernah kembali karena waktu akan terus berjalan dan tidak bisa dihentikan apalagi dikembalikan, itu tidak mungkin terjadi. Maka jadikanlah masa sekarang (saat ini) adalah persembahan yang terbaik dari kita.

Kamis, 26 November 2009

Koperasi di Indonesia

Sejarah dan Perkembangan Koperasi di Indonesia

Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi. Kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah Arisan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, paketan, mitra cai dan ruing mungpulung daerah Jawa Barat, Mapalus di daerah Sulawesi Utara, kerja sama pengairan yang terkenal dengan Subak untuk daerah Bali, dan Julo-julo untuk daerah Sumatra Barat merupakan sifat-sifat hubungan sosial, nonprofit dan menunjukkan usaha atau kegiatan atasdasar kadar kesadaran berpribadi dan kekeluargaan.

Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah wajah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjadi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Kaum kapitalis atau pemilik modal memanfaatkan penemuan baru tersebut dengan sebaik-baiknya untuk memperkaya dirinya dan memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan persaingan bebas yang tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis / liberal memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.

Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart. Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori Koperasi Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark. Denmark menjadi Negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi.

Kemajuan industri di Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bangsa Eropa mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus mencari bahan mentah untuk industri mereka. Pada permulaannya kedatangan mereka murni untuk berdagang. Nafsu serakah kaum kapitalis ini akhirnya berubah menjadi bentuk penjajahan yang memelaratkan masyarakat pribumi.

Bangsa Indonesia, misalnya, dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad dan setelah itu dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Selama penjajahan, bangsa Indonesia berada dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Penjajah melakukan penindasan terhadap rakyat dan mengeruk hasil yang sebanyak-banyaknya dari kekayaan alam Indonesia. Penjajahan menjadikan perekonomian Indonesia terbelakang. Masyarakat diperbodoh sehingga dengan mudah menjadi mangsa penipuan dan pemerasan kaum lintah darat, tengkulak, dan tukang ijon.

Koperasi memang lahir dari penderitaan sebagai mana terjadi di Eropa pertengahan abad ke-18. Di Indonesia pun koperasi ini lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu.

Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ dua masa ”, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.

Masa Penjajahan

Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh Raden Ngabei Aria Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto ( Banyumas ) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga ( koperasi konsumsi ). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partai Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusaha menggelorakan semangat koperasi sehingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi ”.

Pergerakan koperasi selama penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancar. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :
• mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
• akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
• ongkos materai sebesar 50 golden
• hak tanah harus menurut hukum Eropa
• harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjur koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain :
• akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
• ongkos materai 3 golden
• hak tanah dapat menurut hukum adat
• berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kembali. Pada tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kantor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.

Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasarkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memanfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi, sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya seperti itu, pemerintah pada tanggal 12 Juli tahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :
• mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
• menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
• menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputusan Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut :
• Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
• Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
• Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
• Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :
• kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
• pengalaman masa lampau mengakibatkan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
• pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :
• menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
• memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
• memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu :
(i) Program pembangunan secara sektorial seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD;
(ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan
(iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan pada tempat yang semestinya.

Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung aprogram pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian (Sharma, 1992).

Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh.

Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.

Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.

Secara historis perkembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).

Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.

Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.

Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.

Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk mengembangkan koperasi, harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.

Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah, akan lebih mampu menahan arus kapital keluar, sementara sistem perbankan yang sentralistik mendorong pengawasan modal dari secara tidak sehat.

Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit, bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah, dalam bentuk patungan dengan stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat, dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah, koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.

Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi, selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit, di daerah.

Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana, menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat setempat). Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga likuiditas, juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem asuransi secara nasional.

Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan, terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jatidirinya akan menjadi agenda panjang yang harus dilalui oleh koperasi di Indonesia.

Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air yang merupakan tulang punggung gerakan pemberdayaan ekonomi rakyat

Organisasi perekonomian rakyat, terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha dan petani ekononmi lemah, sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah dengan mendirikan koperasi di kalangan mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalurkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fungsi koperasi, di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.

Landasan Koperasi di Indonesia
• Landasan Idiil
Digunakan dalam usaha mencapai cita-cita koperasi yaitu Pancasila
• Landasan Struktural & Gerak Koperasi
Tempat berpijak koperasi dalam susunan hidup bermasyarakat yaitu UUD 1945 pasal 33 ayat 1 “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan”
• Landasan Mental
Setia kawan dan kesadaran pribadi

dari berbagai sumber

Selasa, 24 November 2009

Hadapi Hidup Ini Apa Adanya

Hadapi Hidup Ini Apa Adanya


Kondisi dunia ini penuh kenikmatan, banyak pilihan, penuh rupa, dan banyak warna. Semua itu bercampur baur dengan kecemasan dan keulitan hidup. Dan, anda adalah bagian dari dunia yang beada dalam kesukaran.

Anda tidak akan prnah menjumpai seorang ayah, isteri, kawan, sahabat, tempat tinggal, atau pkerjaan yang padanya tidak terdapat sesuatu yang menyulitkan. Bahkan, kadangkala justru pda setiap hal itu terdapat sesuatu yang buruk dan tidak anda sukai. Maka dari itu, padamkanlah panasnya keburukan pada setiap hal itu dengan dinginnya kebaikan yang ada padanya. Itu kalau anda mau selamat degan adil dan bijaksana. Pasalanya, betapapun stiap luka ada harganya.

Allah menghendaki dunia ini sebagai tempat bertemunya dua hal yang Saling berlawanan, dua jenis yang saling bertolak belakang, dan kubu yang saling berseberangan, dan dua pendapat yang saling berseberangan. Yakni yang baik dengan yang buruk, kebaikan dengan kerusakan, kebahagiaan dengan kesedihan. Dan setlah itu, Allah akan mengumpulkan semua yang baik, kebagusan dan kebahagiaan itu di surga. Adapun yang buruk, kerusakan dan kesedihan akan di kumpulkan di neraka. “Dunia ini terlaknat, dan terlaknat semua yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Alllah dan semua yang berkaitan dengannya, seorang yang ‘alim dan sorang yang belajar,” begitu hadits berkata.

Maka, jalanilah hidup ini sesuai dengan kenyataan yang ada. Jangan larut dalam khayalan. Dan, jangan pernah menerawang kea lam imajinasi. Hadapi kehidupan ini apa adanya; kendalikan jiwa anda untuk dapat menerima dan menikmatinya! Bagaimanapun, tidak mungkin semua teman tulus kepada anda dan semua perkara sempurna di mata anda. Sebab ketulusan dan kesempurnaan ciri dan sifat kehidupan dunia.

Bahkan, isteri anda pun tak akan pernah sempurna di mata anda. Maka kata hadits, “janganlah seorang mukmin mencela seorang mukminah (isterinya) sebab jika dia tidak suka pada salah satu kebiasaannya maka dia bisa menerima kebiasaannya yang lain.”
Adalah seyogyanya bila kita merapatkan barisan, menyatukan langkah, saling memaafkan dan berdamai kembali, mengambil hal-hal yang mudah kita lakukan, meninggalkan hal-hal yang menyulitkan, menutup mata dari beberapa hal untuk saat-saat tertentu, meluruskan langkah, dan mengsampingkan berbagai hal yang mengganggu.

Diambil dari buku: La Tahzan
Karya : DR. ‘Aidh al-Qarni

Hadapi Hidup Ini Apa Adanya

Hadapi Hidup Ini Apa Adanya

Kondisi dunia ini penuh kenikmatan, banyak pilihan, penuh rupa, dan banyak warna. Semua itu bercampur baur dengan kecemasan dan keulitan hidup. Dan, anda adalah bagian dari dunia yang beada dalam kesukaran.

Anda tidak akan prnah menjumpai seorang ayah, isteri, kawan, sahabat, tempat tinggal, atau pkerjaan yang padanya tidak terdapat sesuatu yang menyulitkan. Bahkan, kadangkala justru pda setiap hal itu terdapat sesuatu yang buruk dan tidak anda sukai. Maka dari itu, padamkanlah panasnya keburukan pada setiap hal itu dengan dinginnya kebaikan yang ada padanya. Itu kalau anda mau selamat degan adil dan bijaksana. Pasalanya, betapapun stiap luka ada harganya.

Allah mnghendaki dunia ini sebagai tempat bertemunya dua hal yang Saling berlawanan, dua jenis yang saling bertolak belakang, dan kubu yang saling berseberangan, dan dua pendapat yang saling berseberangan. Yakni yang baik dengan yang buruk, kebaikan dengan kerusakan, kebahagiaan dengan kesedihan. Dan setlah itu, Allah akan mengumpulkan semua yang baik, kebagusan dan kebahagiaan itu di surga. Adapun yang buruk, kerusakan dan kesedihan akan di kumpulkan di neraka. “Dunia ini terlaknat, dan terlaknat semua yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Alllah dan semua yang berkaitan dengannya, seorang yang ‘alim dan sorang yang belajar,” begitu hadits berkata.

Maka, jalanilah hidup ini sesuai dengan kenyataan yang ada. Jangan larut dalam khayalan. Dan, jangan pernah menerawang kea lam imajinasi. Hadapi kehidupan ini apa adanya; kendalikan jiwa anda untuk dapat menerima dan menikmatinya! Bagaimanapun, tidak mungkin semua teman tulus kepada anda dan semua perkara sempurna di mata anda. Sebab ketulusan dan kesempurnaan ciri dan sifat kehidupan dunia.

Bahkan, isteri anda pun tak akan pernah sempurna di mata anda. Maka kata hadits, “janganlah seorang mukmin mencela seorang mukminah (isterinya) sebab jika dia tidak suka pada salah satu kebiasaannya maka dia bisa menerima kebiasaannya yang lain.”

Adalah seyogyanya bila kita merapatkan barisan, menyatukan langkah, saling memaafkan dan berdamai kembali, mengambil hal-hal yang mudah kita lakukan, meninggalkan hal-hal yang menyulitkan, menutup mata dari beberapa hal untuk saat-saat tertentu, meluruskan langkah, dan mengsampingkan berbagai hal yang mengganggu.

Diambil dari buku: La Tahzan

Karya : DR. ‘Aidh al-Qarni